Metode-Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat


Foto diambil dari survey di Desa Pait Kasembon Malang

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengembangan masyarakat perlu adanya partisipasi masyarakat untuk mendukung kegiatan-kegiatan masyarakat baik partisipasi material maupun tenaga. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat yang selama ini masih kurang. Partisipasi juga dituntut agar masyarakat bisa bertannggung jawab dengan kondisi lingkungannya. Bahkan mengubah pola pikir atau kesadaran dari dalam diri masyarakat.
Meningkatnya sumber daya manusia dilihat dari partisipasi keaktifan masyarakat dalam berpendapat, memberikan tenaga serta kemampuan untuk berfikir. Namun perlu diperhatikan bahwa metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat menuntun masyarakat supaya mandiri tanpa perlu diarahakan pemerintah ataupun agen perubahan. Dengan adanya metode ini diharapkan masyarakat mengaplikasikan metode ini sesuai terencana dan berurutan.

B.     Tujuan
1.      Memahami konsep partisipatif dalam pengembangan masyarakat
2.      Mengetahui faktor-faktor partisipatif dalam masyarakat
3.      Mendeskripsikan metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Partisipatif dalam Pemgembangan Masyarakat
Partisipasi sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat yang digunakan secara umum dan luas. Pengembangan masyarakat lebih memaksimalkan partisipasi dengan tujuan masyarakat terlibat aktif dalam proses kegiatan masyarakat. Partisipasi masyarakat aktif akan lebih melibatkan kesadaran mereka karena sesuai dengan pendapat dari masyarakat itu sendiri.
Untuk memperoleh partisipasi masyarakat perlu upaya penyadaran yang terus-menerus.
Menurut Janssen dalam Rasyad & Suparna (2003:39) bahwa “Penyadaran dapat dilaksanakan dengan baik dalam fase motivasi, analisis situasi, penggambaran situasi, studi kelayakan, penyusunan program, acara latihan, proyek teladan, hubungan kemasyarakatan, pelaksanaan dan pemeliharaan, serta penilaian program yang dilaksanakan”.
Partisipasi harus sesuai dengan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan suatu kegiatan pengembangan  untuk mencapai tujuan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Paul dalam Ife & Tesoriero, 2014:297). Partisipasi bukanlah sekedar hasil melainkan suatu proses dalam potensi untuk berkontribusi pada perubahan penting di setiap aspek. Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang atau kelompok pada kegiatan persiapan, pelaksanaan, maupun tindak lanjut pengembangan masyarakat setempat.
Keikutsertaan terjadi akibat terjadinya interaksi sosial antara individu, kelompok maupun masyarakat dengan masyarakat yang memiliki keterlibatan terhadap usaha pengembangan (Raharjo dalam Theresia, dkk, 2014:196). Hal ini dapat dijelaskan secara rinci dalam buku Rasyad & Suparan (2003:36) bahwa “Partisipasi warga dalam pengembangan masyarakat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu partisipasi perorangan, partisipasi kelompok, dan partisipasi seluruh masyarakat”.
Partisipasi warga dalam pengembangan masyarakat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu partisipasi perorangan, partisipasi kelompok, dan partisipasi seluruh masyarakat. Partisipasi perorangan merupakan keikutsertaan seseorang aktif membantu kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi kelompok merupakan keikutsertaan kelompok-kelompok sosial dalam pengembangan masyarakat baik kelompok keluarga, kelompok wanita dan sejenisnya. Kelompok masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat desa dalam dalam kegiatan pengembangan masyarakat.
Menurut pendapat saya partisipasi merupakan keikutsertaan perorangan, kelompok maupun masyarakat dalam proses pelaksanaan usaha pengembangan masyarakat baik dalam bentuk partisipasi material, berupa uang, pendapat, pikiran dan partisipasi tenaga, berupa memberikan perbaikan untuk pengembangan desa secara langsung.

B.     Faktor-faktor partisipatif dalam masyarakat
Dalam jurnal penelitian Suroso (2014) bahwa “Faktor internal (terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan penduduk, lamanya tinggal) dan faktor eksternal (terdiri dari komunikasi dan kepemimpinan)”.
1.      Faktor Internal
a.     Faktor Usia
merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari usia 41-50 lebih aktif berpartisipasi dalam kelompok sosial di masyarakat dari pada anak masih remaja. Rendahnya partisipasi anak usia remaja dikarenakan sungkan pada usia 41-50 memiliki keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
b.      Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Semakin tinggi tingkat sekolah yang mereka tempuh maka semakin tinggi tingkat partisipasi.
c.       Pekerjaan                                                                                           
Pekerjaan berpengaruh kelonggaran masyarakat dalam berpartisipasi, karena sebagian pekerjaan masyarakat terjadwal sehingga tak dapat berpartisipasi lebih. Berbeda dengan pekerjaan masyarakat yang fleksibel, misalnya tani, mereka lebih luwes dan partisipasinya relatif tinggi.
d.      Tingkat Penghasilan                                                                  
penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian. masyarakat yang memiliki penghasilan cukup akanlebih memiliki waktu luang dan tidak disibukkan lagi mencari tambahan penghasilan, sehingga mereka lebih aktif.
e.       Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan maka rasa memiliki terhadap lingkungan lebih meningkatkan partisipasinya dan mengetahui kondisi linglungan tersebut. 

2.      Faktor Eksternal
a.       Komunikasi
Sebagian besar masyarakat yang memiliki keaktifan berpartisipasi rendah ternyata hanya sebagian kecil saja yang memiliki tingkat komunikasi tinggi, sedangkan mereka tergolong memiliki keaktifan berpartisipasi tinggi sebagian besar juga memiliki tingkat komunikasi yang tinggi pula. Komunikasi sangat berperan dalam keaktifan partisipasi karena tidak semua masyarakat bisa menggunakan komunikasi dengan baik.
b.      Kepemimpinan
Keaktifan partisipasi masyarakat dilihat dari kepemimpinannya dalam memimpin musyawarah serta kemampuan dalam memahami kondisi lingkungan tersebut. Bisa mengatur jalannya acaranya dan mengarahkan dan menyalurkan aspirasi kepada masyarakat.
Menurut saya dari kedua faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terletak lebih pada faktor usia, pendidikan, pekerjaan, komunikasi dan kepemimpinan karena dalam faktor-faktor itu lebih terlihat pengaruhnya kepada masyarakat. Sedangakan untuk tingkat penghasilan dan lamanya tinggal berpengaruh hanya sedikit terhadap partisipasi masyarakat. 

C.    Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat
1.      Evironmental Scanning (ES)
Pendampingan merupakan bagian integral dari proses membangun dan memberdayakan masyarakat. Oleh karena itu, seorang pendamping tidak sekedar dituntut untuk menguasai teknik tertentu untuk menfasilitasi, tetapi juga harus mampu membangun kemampuan stakeholder lainnya mengenali konteks program secara keseluruhan.
Menurut Horton dalam Nasdian (2014:109) bahwa “Evironmental Scanning (ES) merupakan bagian dari strategic planning merupakan suatu proses yang dilakukan suatu organisasi untuk membangun visi ke depan dan membangun hubungan yang diperlukan, sumber daya, produk, prosedur dan kegiatan operasional untuk mencapai visi bersama”.
Komponen ini sangat esensial dalam proses pendampingan, oleh karena itu strategic planning difokuskan khusus pada penelaan situasi lingkungan. Dilakukan untuk membangun sumber daya baik alam maupun manusia dalam mengidentifikasi potensi kebutuhan yang terdapat di lingkungan.
Stace dan Dunphy dalam Nasdian (2014:110) mengatakan bahwa “Menyajikan tiga pendekatan untuk melakukan penilaian terhadap lingkungan, yaitu Strategic Scenarios Analysis, Customer Analysis, dan Critical Isu Strategies”. Dibawah ini merupakan penjelasan masing-masing metode:
a.       Strategic Scenarios Analysis (SSA) mencakup penilaian terhadap kemungkinan-kemungkinan masa datang pada aspek-aspek berikut: pelanggan (pasar), teknologi, hasil/pelayanan, tenaga kerja, stakeholder/shareholder, sumber daya, dan pesaing. Hasil akhirnya untuk mengambil keputusan saat ini berkenaan dengan masa depan.
b.      Customer Analysis (CA) berorientasi kepada upaya memenuhi prefensi dan kebutuhan pelanggan. Mencakup kebutuhan dan keinginan pelanggan pada masa yang akan datang.
c.       Critical Strategic Issue (CSI) digunakan untuk menilai isu-isu jangka pendek (12-24 bulan). Metode analisi yang digunakan CSI terstruktur. Isu bisa bersifat positif atau negatif di dalam dan luar bisnis. Namun keseluruhan isu tersebut memiliki potensi mempengaruhi organisasi untuk mencapai tujuan salama jangka yang telah ditentukan. CSI dipandang memiliki daya lebih tajam dibanding dengan analisis SWOT yang digunakan oleh banyak organisasi. Maksimu dihasilkan sebanyak 8 sampai 10 isu sedangkan dalam SWOT siperoleh 20 hingga 40 isu.
Ketiga faktor sebagai dampak (rendah, signifikan dan besar) ditunjukkan dengan suatu matrik. Tiga pendekatan ini merupakan metodelogi yang sangat kuat karena mencakup penilaian terhadap tingkatan pengaruh dan tingkatan kepentingannya.
2.      Logical Framework Approach (LFA)
Logical Framework Approach (LFA) dilaksanakan dalam suatu lokakarya atau bisa disebut dengan sosialisasi terhadap program yang telah direncanakan sebelumnya secara berkesinambungan yang diterapkan dalam suatu kelompok untuk mewakili stakeholder merupakan penjelasan dalam artian bahasa indonesia dari (Consultants of ANUTECH Development Internasional dalam Nasdian, 2014:112).
Berdasarkan sejumlah pengalaman dalam berpartisipasi dan menerapkan LFA, dapat diidentifikasi beberapa ciri spesifik dari LFA yaitu;
a.       Menggunakan teknik visualisasi
b.      Merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
c.       Menyusun informasi secara sistematik
d.      Menghasilkan sebuah Rancangan Program yang konsisten dan realistis
e.       Menyajikan ringkasan rencana-rencana program
f.       Seperangkat alat-alat perencanaan, yang terdiri dari: 

Alat-alat perencanaan di atas sudah disusun dengan urut yang diawali dengan analisis kebutuhan, maka dalam mengaplikasikan diharapkan mengetahui urutan-urutan tersebut. tahap pelaksanaan LFA: 

a.  Pendahuluan : penentuan bidang, nama, tempat dan jangka waktu pelaksanaan program serta mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap program. 
b.    Tahap Pertama  : melaksanakan Analisis Permasalahan
c.     Tahap Kedua     : melaksakan Analisis Tujuan
d.    Tahap Ketiga     : melaksanakan Analisi Alternatif
e.      Tahap Keempat: Menyusun Analisis Pihak Terkait
f.     Tahap Kelima    : menyusun Matriks Perencanaan Program
g.    Tahap Lanjutan: menyusun Rencana Kegiatan dan Kerangka Pemantauan

3.    Participatory Impact Monitoring (PIM)
Participatory Impact Monitoring (PIM) merupakan alat analisis baru untuk mengelola suatu program. Alat ini relatif jauh lebih mudah dibanding dengan alat analisis yang pernah ada. Prinsip PIM adalah adanya suatu timbal balik terhadap proyek PIM serta menerima perubahan. PIM di desain untuk proyek-proyek yang ditangani sendiri (selft-help project), dalam bentuk kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi akar rumput.
PIM hanya dapat bekerja jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut:
a.       Ada pertemuan kelompok secara regular
b.      Anggota memiliki perhatian tertentu dan terdapat kegiatan pengambilan keputusan secaar bersama
c.  Kepemimpinan yang selalu berkonsultasi dengan sesame anggota sebelum mengambil keputusan
d.      Anggota kelompok mau meluangkan waktu mungkin lebih dari sebelumnya dalam mengelola proyek

Cakupan dan langkah-langkah kegiatan PIM dalam mengelola suatu   proyek, adalah sebagai berikut:
a.    Mengetahui konteks proyek sehingga dapat melakukan monitoring dengan baik, yang mencakup pengetahuan mengenai:
1)   Kesulitan melakukan monitoring
2)   Apa yang harus dimonitor
3)   Bagaimana melakukannya
4)   Langkah-langkah pengenalan dan pengelolaan berbasis kelompok dan pertanyaan-pertanyaan kunci yang diperlukan adalah sebagai berikut:
5)   Apa yang harus diamati?
6)   Bagaimana mengamatinya?
7)   Siapa yang mengamati?
8)   Bagaimana mendokumentasikan hasil?
9)   Apa yang diamati?
10)     Mengapa hasilnya demikian?
11)     apa kegiatan selanjutnya?

4.    Focus Group Discussion (FGD)
 Focus Group Discussion (FGD) adalah wawancara kelompok dari sejumlah individu atau sebuah diskusi yang menfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh pendamping berperan sebagai moderator dalam kelompok diskusi tersebut (Stewart, dkk dalam Nasdian, 2014: 119).  FGD merupakan suatu pengumpulan data dari responden atau informan berdasarkan hasil diskusi kelompok yang berfokus pada menyelesaikan sutau permasalahan.
Peserta diskusi tidak boleh lebih dari 10 orang dengan itu ada pemilihan selektif yang mampu dalam mendiskusikan topik. Keberhasilan tergantung pada peranan pendamping sebagai moderator FGD untuk mengarahkan dan memberikan komunikasi yang baik terhadap peserta diskusi. Secara keseluruhan FGD akan dilaksanakan mulai dari tingkat kelompok, komunitas, dan lokalitas.
Langkah-langkah Focus Group Discussion (FGD):
a.       Pendamping melakukan pendekatan kepada partisipan untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan dilaksanakan FGD
b.      Mengundang peserta atau partisipan FGD
c.       Sebelum FGD dimulai, pendamping perlu menguasai gambaran struktur sosial ekonomi masyarakat dan dinamika komunitas di daerah tersebut. Diharapkan untuk memperoleh visi dan pandangan “daerah” terhadap pengembangan komunitas di kawasannya.
d.      Ketika FGD berlangsung, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: merekam seluruh jalannya dan pembicaraan dalam diskusi dan mensuplai butir-butir pertanyaan yang dikembangkan selama diskusi berlangsung kepada moderator agar pembahasan semakin “tajam” dan jelas arahnya.
e.       Ketika FGD berlangsung, moderator harus mampu memberikan kesempatan yang seimbang kepada seluruh partisipan. Sangat penting dalam FGD tersebut adalah moderator harus mampu memunculkan perdebatan.
f.       Hasil tertulis yang direkam dari FGD digunakan sebagai dasar untuk menggembangkan butir-butir pertanyaan yang lebih tajam dari pertanyaan umum yang telah dirumuskan sebelumnya.

5.    Zielobjectiev Orientierte Project Planning (ZOPP)
   Sebagai suatu metode perencanaan, ZOPP secara resmi diperkenalkan oleh GTZ (Gesellschaft Fur Technische Zusammenarbiet) pada tahun 1983. Selanjutnya ZOPP selalu diaplikasikan dalam merencanakan proyek dalam fase persiapan maupun implementasinya.
  Kelebihan ZOPP terletak pada kemampuannya menjamin adanya konsistensi berpikir dan prosedur serta adanya pemahaman yang sama akan istilah-istilah yang digunakan ZOPP, selain meningkatkan kualitas perencanaan, sekaligus dapat memfasilitasi komunikasi dan kerja sama antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu proyek.                                        
  Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan dan pengalaman yang dikontribusikan oleh peserta. Melalui penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP bertujuan untuk mengembangkan rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka logis.

Dari kelima setiap metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat memiliki kelemahan dan keuntungan masing-masing. Oleh sabab itu, sebelum melaksanakan suatu metode partispatif dilakukan identifikasi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui kecocokan dalam metode dan memperhatikan keterlibatan pihak masyarakat. Menurut pendapat saya, metode Focus Group Discussion (FGD) suatu metode yang dapat memberikan keaktifan partisipasi lebih disbanding dengan metode lainnya. Melalui FGD masyarakat dapat mencurahkan pendapatnya masing-masing meski hanya sebagian masyarakat tertentu untuk mengikutinya.

Komentar

  1. Suka banget sama tulisan2 mbak barir yg inspiratif 😊😍

    BalasHapus
  2. Terimakasih.. beberapa metode diatas cukup untuk memberikan gambaran beberapa metode untuk mengkondisikan partisifatif peserta pelatihan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer