Membangun Gerakan Mahasiswa Dengan Kesadaran Kolektif




Oleh: Ardiansyah Prainhantanto

Dokumentasi diambil pada saat kegiatan berlangsung di Aula E1 FIP

Mahasiswa semakin hari semakin menjadi manusia-manusia belajar individualis mementingkan diri sendiri tanpa melihat keadaan apa yang sedang terjadi dilingkungannya. Begitupun organisasi mahasiswa yang notabene menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin berjuang menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin berjuang menjadi tumpul baik dari segi pemikiran dan gerakan. Organisasi mahasiswa hari ini seperti sibuk berebut kuasa atas kepentingan organisasi mahasiswa yang lain. Sehingga lupa akan musuh yang lebih besar dan lebih berdampak panjang bagi kehidupan (berorganisasi) mahasiswa itu sendiri. Sedangkan dalam menghadapi masalah yang besar dibutuhkan kesadaran atas kondisi objektif yang ada dilapangan secara bersama-sama. Sehingga pemahaman akan adanya masalah dapat dirasakan dan diselesaikan bersama.

Kesadaran kolektif hari ini sangat dibutuhkan oleh organisasi mahasiswa supaya terjalinkan hubungan dan komunikasi yang baik antar organisasi mahasiswa. Durkheim (Abdullah & A.C., 1986) mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut, yaitu seluruh  kepercayaan atau perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu system yang tetap punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran bersama. Gerakan mahasiswa juga membutuhkan kesadaran kolektif dalam melakukan perjuangan. Selain untuk mencapai kualitas gerakan melalui individu-individu yang ada di dalam gerakan, melainkan juga sebagai ranah untuk menarik massa dalam gerakan yang akan dijalankan. Contoh saja seperti gerakan mahasiswa yang dilakukan pada tahun 1998. Mereka berhasil mengajak rakyat untuk turut serta pada penggulingan rezim Soeharto.

Gelombang aksi mahasiswa yang massif dan membuahkan hasil yaitu angkatan 98 dengan tumbangnya rezim Soeharto (orde baru). Gerakan mahasiswa di tahun 1998 di dasarkan pada gerakan moral sebagai respon mahasiswa soal inflasi yang menyapu Indonesia saat itu, harga-harga barang pokok meningkat drastis, termasuk harga listrik dan BBM. Gerakan mahasiswa saat itu tidak sama dengan gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1966, yaitu angkatan 98 kontra terhadap militer. Hal yang istimewa dalam agkatan 98 adalah mereka mampu membawa dan bergerak dengan rakyat.

Setelah tahun 1998 gerakan mahasiswa mengalami penurunan, hal ini memang disebabkan karena aliansi yang dibuat mahasiswa saat gerakan 98 tidak menyiapkan langkah-langkah yang pasti dan jelas. Sehingga setelah gerakan moral dilaksanakan tugas para mahasiswa saat itu yaitu kembali belajar di kampus, menuntut keadilan dan perubahan menuju kebaikan untuk kepentingan bersama. Selain itu gerakan mahasiswa juga harus dilandaskan oleh kesatuan tujuan, persatuan massa, langkah-langkah strategis yang jelas dan terukur, dan yang paling penting adalah momentum dalam menggerakkan massa.  Mahasiswa juga sangat penting menguatkan semangat dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai, dan sudah seharusnya mahasiswa berpihak kepada rakyat.

Salah satu kelemahan gerakan mahasiswa hari ini adalah idealisme mahasiswa sudah mulai terkikis. Kita dinyamankan dengan berbagai fasilitas dan kemewahan yang kita dapatkan di kampus. Padahal seperti yang dikatakan oleh Tan Malaka, “Kemewahan terakhir seorang pemuda adalah idealisme”. Kita terlalu dinyamankan dengan system yang mmebuat kita bahagia dan lupa kalau kita mempunyai status, peran dan fungsi sebagai mahasiswa. Jangankan berbicara soal gerakan mahasiswa, hari ini pun berbicara soal permaslaahn yang ada di kampus pun mahasiswa sekarang banyak yang apatis, acuh tak acuh, ogah-ogahan.

Hari ini mahasiswa hanya seperti sapi perah yang hanya diberi ilmu seadanya tetapi diwajibkan rutin membayar uang kuliah yang semakin hari semakin mahal. Forum-forum diskusi semakin sepi, kegiatan-kegiatan akademik dan kemahasiswaan semakin sepi peminat, dan minat baca mahasiswa juga rendah. Padahal secara tidak langsung apa yang terjadi di dalam Taksonomi Bloom dibagi menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Mahasiswa???
Bukanlah siswa lagi yang nurut dengan guru nya. MAHA siswa kita sudah dewasa dan seharusnya menjadi agen perubahan untuk menjadi lebih baik. MAHA dalam istilah merupakan DEWA yang seharusnya kita bisa bergerak dan maju melangkah, tidak hanya berdiam saja dan ikut-ikutan. Negara kita bisa berubah karena mahasiswa yang memiliki pemikiran-pemikiran cerdas, sangatlah mudah mencari mahasiswa yang pintar tetapi sangatlah sulit mencari mahasiswa yang memiliki kesadaran kolektif.

Mahasiswa tak seharusnya kuliah mendapatkan ilmu dan pulang, bukan mahasiswa yang benar-benar mahasiswa. Negara kita membutuhkan mahasiswa yang benar-benar bisa memberikan pengabdian kepada masyarakat dan Negara melalui ilmu yang mereka peroleh di realisasikan/ dipraktekkan kepada rakyat, bukan hanya disimpan saja.  

Transparansi negara memang sangatlah dibutuhkan oleh rakyat. Tidak jauh beda dengan ormawa di fakultas kita yang benar-benar membutuhkan transparansi dan kejelasan yang harus diketahui seluruh mahasiswa. Memang jabatan mahasiswa sangatlah rendah ketika di kampus, tetapi jangan pernah menciutkan semangat kalian ketika memang dari pihak atasan tak sepantasnya melakukan sepeerti itu. Mahasiswa butuh kebebasan untuk mengali kreativitasnya karena kita bukan siswa lagi.

Kita MAHA siswa yang tak seharusnya dibatasi dalam melakukan apapun selagi itu baik bagi kita. Toh, kita bisa berprestasi nanti kedepannya instansi juga akan ikut meningkat. 


barir_ALin

Komentar

Postingan Populer