jiwa Korps Satu Untuk Semua (calon-calon sukarewalan)





        Setelah dua minggu aku di didik, dibimbing untuk menjadi calon anggota sukarelawan  bukanlah hal yang mudah untuk bisa dimengerti kakak Panitia, meskipun aku benar-benar tidak ingin salah dimata kakak panitia tetapi sebenar-benar apapun aku masih tetap disalahkan. Setiap dua minggu berturut-turut aku pun mulai mengawali bangun sebelum matahari terbit dan burung berkicauan dengan memakai seragam harian KSR akupun dengan sigap lari, ku buka pintu kamar temanku, Dag…. Masih dalam keadaan gelap kupanggil namanya dengan suaraku berusaha memberi stimulus cepat untuknya.

        waktu menunjukkan kurang 5 menit yang kubisa hanya lari sekencang-kencangnya. Aku tak ingin terlambat untuk pertama kali masuk diklat. Tanpa kusadari aku lari dengan disambut oleh kakak panitia disepanjang jalan menuju lapangan,  akhirnya akupun masih tetap selamat tidak terlambat dan masih bisa duduk berbaris dengan sekelompokku. Siang hari pun Ainul Bariroh.. namaku dipanggil. Perasaan hati tak bisa di kendalikan aku hanya bisa berdo’a ketika aku maju di depan dan saat itu juga akupun diajak keluar lapangan untuk menuju salah satu ruangan sebagai penyematan peserta diklat. beruntung tidak terjadi hal yang tak inginkan.

      Minggu selanjutnya adalah minggu yang aku inginkan langsung praktek lapangan tetapi hal mendadak bersamaan dengan kegiatan asrama pada minggu depan dan tak dapat izin dari Pembina, aku pun bingung teman sekelompokku sudah memberikan amanat sebagai anggota C tetapi akupun tak bisa ikut datang dalam waktu semalam aku tak bisa tidur, hanya bisa terbayang oleh kesedihan yang akhirnya aku harus lebih memilih kegiatan asrama sebagai tempat tinggalku selama satu tahun kedepan. Aku merasa sedih melihat semua ini bahkan tak tega ketika aku harus meminta izin kepada kakak pendamping maupun sekelompokku. Ketua pelaksana pun mengijinkanku dengan alasan yang logis. Aku menerima semua ini karena akupun juga harus bisa membagai waktu dan akupun harus bisa menyeimbangkan kegiatan satu dengan yang lain.
      Minggu ke 3 acara Pelantikan pun akan dilaksanakan, kebingungan melandaku dengan dipindahnya kelompokku yang tidak sekelompok dengan minggu yang lalu, aku juga pun merasa belum begitu kenal dengan kelompok baru ini tapi aku pun berusaha mencoba mengenal mereka lebih dalam.
Pagi Pada tanggal 12 & 13 Maret  tepat hari sabtu dan minggu, dengan kuliah libur diadakannya pelantikan keluar berbeda dengan minggu lalu, yang pada hari ini bangun lebih pagi dari minggu sebelumnya masih belum terdengar suara adzan aku pun bergegas mengendong tas seperti pindahan. Kurang berapa menit lagi akupun hampir terlambat dengan kekuatan yang super akupun bisa menembusnya. Kami peserta diklatsar XXXV di beri amanat menjaga sebuah telur mentah yang dikalungkan ke lehernya masing-masing yang harapannya seusai diklat ini telur masih dalam keadaan aman tanpa ada cela sedikitpun, jikalalau telur ini pecah maka masih ada pertimbangan untuk dilantik. Sebuah telur ini dapat dipersepsikan sebagai amanat serta tanggung jawab dalam melaksanakan suatu hal yang bisa diharpakan untuk menjaga baik-baik, melatih kita dalam kejujuran, kesabaran, bertanggungjawab dan dapat dipercaya.
         Aku pun merasa sebuah telur itu adalah nyawa keduaku setelah aku hidup bernafas dari nyawa kesatu,
Kami melangkah dengan penuh hati-hati menjaga sebuah telur yang tepat pagi hari aku bersama teman-teman yang lain sampai dibumi perkemahan Coban Rais suasana yang begitu indah dipenuhi dengan hijaunya pohon dengan alam yang bersahabat, rumah yang berada di atas pohon.
        Langsung kegeletakkan tasku untuk latihan simulasi penanggulangan bencana, Tim Assesment adalah tim yang pertama kali terjun ke lapangan mencari informasi sebanyak-banyaknya, ketika itu aku bersama Izza diletakkan disebuah Desa dalam keadaan parah (merah), ku cari tokoh masyarakat dengan memakai jaket yang rapi tapi akupun merasa aneh melihat sikap tokoh masyarakat yang belum mengetahui apapun dalam desanya entah dari KK, jumlah penduduk. Tokoh masyarakat yang aku tuju ini adalah Bapak Kepala Desa bernama Bapak Supardi. Beliau hanya bisa ribut, panic melihat warganya yang tergeletak dalam bencana gunung meletus. Sikap yang tak pernah muncul ada difikirku ketika beliau menarik-narik tanganku untuk melihatkan warganya tergeletak dan tanpa kusadari aku bersama Izza bolak-balik ke desa Pandan Sari setiap menit mencoba melihat perubahan yang berada di Desa tersebut hingga tak kusadari telur yang ada dileherku ketika berlari-lari untung telurku masih tetap bersahabat, kupeganggi erat-erat ketika aku berlari mencari sebuah data, dengan keseriusan aktif bertanya namun dengan kehadiranku dan Izza kami pun dimarahi yang hanya bisa bertanya-tanya dan tak ada satu pun Tim penolong yang bisa bantu  warga dari desa Pandan Sari.
          Kebolak balikanku hanya bisa membingungkan Bapak kepala Desa, aku dan Izza pun bingung apa yang harus dilakukan. Ku berfikir Bapak Kepala Desa itu tidak asli tetapi bisa jadi korban gila dari sifatnya yang tak jelas pun kelihatan ketika itu orang normal atau tidak normal tetapi aku berusaha mencari tahu keberadaan tokoh masyarakat yang sebenarnya. Mendapat sebuah informasi bahwa memang Bapak Supardi sebagai Kepala Desa di desa Pandan Sari, sikap dan sifatnya tersebut berubah ketika warga-warganya pun tergeletak parah akibat bencana.
          Hufft… aku merasa capek dengan semuai ini seperti permainan berlarian kesana kemari. Situasi sudah Aman itu kata yang aku tunggu-tunggu dan akhirnya muncul juga.
Bunyi sirine tengah malam, semua langsung bergegas keluar tenda bersiap untuk jelajah malam. Panitia Tatib muncul dengan suara yang lantang memarahi ketidakkompakanya kerjasama dalam tim yang masih banyak kesalahan ketika simulasi tak lupa juga Tatib masih mengingat masa dimana hutang 700 kali pushup… ohhhh sedih banget rasanya.
         Mulai dikredit bersama-sama hingga mencapai 100 kali, aku pun sudah tak kuat dan ingin rasanya aku keluar dalam situasi seperti itu. Kaki bergetar, jantung berdetak keras dengan cepatnya, badan pun terasa dingin serasa tubuhku mati rasa dengan kondisi badan seperti ini masih tetap kuat untuk melaksanakan pushup, menguatkan diri dan aku hanya bisa menunggu badan ini lemas dan tergeletak sendirinya. Dengan keadaan peserta yang seperti ini Tatib merasa tidak peka. Dan bahkan Tatib sulit untuk dipekakan
Waktu menunjukkan kurang 2 jam lagi yang akan dilantik sebagai anggota dan Tatib tidak setuju dengan semua ini, mereka ingin kita semua peserta diklat ke 35 mengulang lagi ke tahun depan karena kurang seriusnya dan kompak dalam melaksanakan tugasnya, dengan suara yang begitu keras aku hanya bisa menunduk menahan rasa dingin dari badanku, mulai mengeluarkan sedikit air mata menahan rasa sakit hatiku yang  dua minggu ini tak ada artinya pengorbanan selama ini dan pada akhirnya kami tak bisa dilantik pada hari ini, banyak teman-teman menyuarakan suaranya mencoba mempertanyakan  alas an yang logis, aku tak bisa melakukan apa-apa dan aku hanya bisa menahan kondisi badan aku yang lemas ini. Aku rasa dari organisasi lainnya dalam pelantikan ini adalh pelantikan yang berat yang pernah aku jalani untuk memperkuatkan kondisi.
        Setelah dua jam terlewati kami pun mulia memakai baju yang diharapkan kakak panitia, yang pada akhirnya aku pun dipanggil dan diinstruksikan sebagai pelepasan penyematan diklat ke 35.
Dalam hatiku pun merasa bingung. Apa kami masih tetap dilantik???
Aku bersama teman-teman hanya bisa mengikuti jalan arus entah kami pun dilantik ataupun tidak. Sebelumnya aku bersama kamal tidak diintruksikan hanya di instruksikan untuk pelepasan Id-card, mulai aneh ketika aku balik dan akhirnya balik ke Pembina lagi untuk melakuakan pemakaian Bed di dada sebelah kiri dengan kagetnya terdapat tempat besar yang diisikan air beserta bunga dan pada akhirnya dipakai mencuci muka para peserta diklat… yang resmi untuk dilantik
Kesedihan kita pun terganti kebahagiaan atas dilantiknya kita semua sebagai anggota KSR. Aku terharu hingga meneteskan air mata kebahagiaan seketika menyayikan lagu cita-citaku.

Dulu aku bercita-cita
Menjadi kader palang merah
Berdiri tegap gagah perkasa
Tunaikan tugas yang mulia
Kini aku sedang ditempa
Dalam pendidikan korps sukarela
Banyak kawan banyak saudara
Ingatlah saja semuanya
 Aku tahan rasa sakit
 Sampai masuk rumah sakit
Aku tahan menderita
Siang malam ku ditempah
Walau diriku ditempah
Hatiku selallu gembira
Gembira..
Gembira selamanya

        Tak lupa kita pun berfoto-foto dengan kesenangan yang kita jalani semua, aku pun juga bahagia ketika melihat panitia Tatib ikut tersenyum, senyumanya yang manis tak pernah muncul selama ini, terutama panitia Tatib selama ini hanya bisa memarahi, mencari kesalahan, menyuruh ambil posisi itu adalah panitia yang paling jahat tetapi dalam kejahatan panitia Tatib kurasa hal yang memang harus dilaksanakan karena tuntutan peran yang menjadikan panitia Tatib dan sebenarnya mereka panitia yang paling gokil, imut, manis bahkan senang bergurau.
       aku menemukan keluarga ketigaku setelah akupun dilantik menjadi anggota MP3.
Rasa syukur, gembira, terharu hingga mataku pun berkaca-kaca tak mampu membendung semua ini aku bisa kumpul dengan orang-orang sukarelawan yang pada akhirnya aku juga menjadi calon sukarelawan.


Barier_aLin

Komentar

Postingan Populer